Manakala dua pilar takwinul ummah (pembentukan umat)—yakni takwinus syakhshiyyah dan takwinur ruhil jama’ah—mampu ditegakkan di atas fondasi la ilaha illa-Llah Muhammadur Rasulullah, maka akan terjadilah proses al-inqilabul Islamiy (transformasi islami) di tengah-tengah umat Islam.
Pertama, transformasi dalam aspek al-i’tiqadiy (keyakinan). Dari kondisi diliputi debu-debu kemusyrikan menjadi kondisi bersih dan segar dalam ketauhidan; dari kekufuran menjadi iman; dari riya’ menjadi ikhlas.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُۥ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’.” (QS. Al-An’am, 6: 162 – 163)
Kedua, transformasi dalam aspek ar-ruhiy (ruhani). Dari kondisi ruhani yang tunduk kepada hawa nafsu menjadi kondisi ruhani yang mampu mengendalikan hawa nafsu; dari hati yang lalai menjadi hati yang selalu ingat kepada Allah Ta’ala.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran, 3: 191)
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du, 13: 28)
Ketiga, transformasi dalam aspek al-fikriy (pemikiran). Dari kondisi pemikiran yang terkontaminasi syubhat menjadi kondisi pemikiran yang lurus dalam bingkai manhaj Islam. Mereka memandang al-haqa’iqul kubra (berbagai persoalan besar)— yakni: al-uluhiyyah (ketuhanan), ar-risalah (kerasulan), al-‘ibadah (ibadah), al-kaunu (alam), al-insan (manusia), dan al-hayah (kehidupan)—dengan al-bashair (pengertian, pengetahuan, dan kecerdasan) yang dilandasi wahyu.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’”. (QS, Yusuf, 12: 108)
Keempat, transformasi dalam aspek as-sulukiy (perilaku). Dari perilaku jahiliyyah menjadi perilaku yang islami. Dari akhlak dan adat jahiliyyah menjadi akhlak dan adat Islam; dari sikap ashabiyyah (fanatisme golongan) menjadi sikap ukhuwwah; dari sikap tabarruj menjadi sikap iffah; dari sikap permusuhan menjadi sikap saling cinta; dari sikap khianat menjadi sikap setia.
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
“Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Malik dalam Al–Muwaththa’)
Kelima, transformasi dalam aspek at-tsaqafiy (pengetahuan, kebudadayaan dan peradaban). Dari pengekor ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban menjadi pelopor ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban.
Diantara contoh kemajuan dalam aspek at-tsaqafy adalah berlangsungnya aktivitas ‘imaratul ardhi (pemakmurkan bumi). Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
“Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya. Maka mohonlah ampunan dan bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Dekat dan Memenuhi segala permintaan”. (QS. Hud, 11: 61)