Sejarah Wisuda

Oleh Wahyu Bhekti Prasojo

Vita nostra brevis est,
Brevi finietur,
Venit mors velociter,
Rapit nos atrociter,
Nemini parcetur.

Vivat Academia,
Vivant Professores,
Vivat membrum quodlibet,
Vivant membra quaelibet,
Semper sint in flore![1]

 

Kita mungkin pernah mendengar lagu ini dinyanyikan sebagai anthem dalam wisuda-wisuda kelulusan dari perguruan tinggi.  Melodi lagu ini terinspirasi oleh lagu abad pertengahan, bishop of Bologna ciptaan Starada.[2]

Meski melodinya terdengar “melankolis” dan memunculkan aura sakral, liriknya sendiri sebenarnya mencerminkan kegembiraan dan semangat para pelajar. Lagu ini menggambarkan bahwa pada suatu hari nanti semua manusia akan mati, seperti terangkum dalam bait pertama pada baris ke-4  dan yang lebih diperjelas lagi pada isi bait ketiga di atas, yang mengandung arti kesadaran akan dekatnya kematian. Tetapi ilmu pengetahuan yang digeluti dan dihasilkan para pelajar, akademisi dan ilmuan akan terus hidup dan berkembang.

Semangat pengembangan ilmu pengetahuan inilah yang idealnya dimiliki terutama oleh para mahasiswa yang selesai dari proses pergumulan ilmu pengetahuan di kampusnya dan mengikuti prosesi wisuda. Bahwa mereka keberadaan mereka selama beberapa semester di kampus bukanlah sekedar mencari legalitas ijazah. Apalagi sekedar mengisi waktu luang.

Kedudukan ilmu yang begitu tinggi dan kedudukan orang yang berilmu begitu mulia dalam agama, bahkan pekerjaan menuntut ilmu itu dicatat dengan detail dan diberi balasan pahala, kepada setiap mukmin yang menuntut ilmu. Dicatat dalam Al Quran; Firman Allah:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا العِلْمَ دَرَجَاتٍ

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ( Al Mujadilah 11)

Mengenai ayat ini, Ibnu Abbas radliallahu’anhu, menjelaskan bahwa Allah meninggikan orang-orang beriman di antara manusia secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan dalam derajat, dan orang-orang yang diberi ilmu serta iman derajat keutamaan di surga di atas  orang-orang yang diberi iman tanpa ilmu, karena mukmin yang berilmu lebih baik daripada mukmin yang tidak berilmu.[3]

Semangat menuntut ilmu semacam ini biasanya diterima mahasiswa sebagai pembekalan memulai studinya pada masa orientasi. Sementara Wisuda, menghangatkan kembali semangat itu. Biasanya terasa lebih membekas di dalam jiwa para wisudawan, karena mereka telah mengalami masa-masa perjuangannya. Dari penafsiran dari Ibnu Abbas di atas, didapatkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan dalam agama bukan sekedar urusan dunia, melainkan juga sangat sarat dengan kehidupan spiritual. Maka wisuda bagi mahasiswa Islam adalah prosesi yang seyogyanya dimaknai secara spritual, bagian dari penuntasan janji setia para penuntut ilmu untuk menyelesaikan tugas belajar dan penelitiannya. Semangat ini pula yang mungkin mendorong munculnya prosesi wisuda dalam praktek pendidikan dan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Universitas Kairuwan (Al Qawariyyin)

Pada 245 H /859 M, Universitas Kairuwan mulai dibangun Fatima Al Fihri[4] di kota Fez pada masa pemerintahan Daulah Idrisiah (789-924M), yang kekuasaannya meliputi Afrika Barat sampai Senegal dan Guinea. [5]

Fatima memulai pembangunan Universitas dengan mendirikan Masjid yang diberi nama Al Kairuwan. Kemungkinan untuk mengenang tempat asal keluarganya di Tunisia, yaitu Kairuwan.[6] Masjid itu kemudian menjadi universitas dalam proses transformasi yang tidak terputus karena doktrin tauhid yang tidak memisahkan agama dan sains tetap menjadi dasar ilmu pengetahuan.[7]

Sejak 305 H / 918 M, Universitas diserahkan kepada Pemerintah sehingga statusnya menjadi “Universitas Negeri” yang operasionalnya diselenggarakan oleh Pemerintah. Pada masa keemasannya, yaitu di bawah dukungan pemerintahan Dinasti Muwahidin (1120-1231 M) dan Dinasti Al Marina (1214-1465 M), Universitas al-Qarawiyyin bukan hanya menarik minat mahasiswa dari afrika barat tapi juga dari wilayah muslim di seberang lautan (asia), bahkan dari eropa. Di antara Mahaguru terkenal perguruan ini adalah Ibnu Thufayl (1106-1185 M) dan Ibnu Rushd (1126-1198 M).[8]

Di antara dukungan Dinasti Al Marina kepada pengembangan ilmu pengetahuan, mereka membangun perpustakaan untuk melengkapi Universitas. Di antara koleksi berharganya antara lain Al Muwatha’ nya Imam Malik yang ditulis di atas kulit kijang, Sirah Ibnu Ishaq dan salinan Al Quran sumbangan Sultan Ahmad Al Manshur pada 1602.[9] Seorang Mahaguru Universitas, Ibnu Khaldun, menyumbangkan bukunya, Al Ibar, kepada perpustakaan universitas untuk dapat dipinjamkan kepada orang-orang yang dapat dipercaya.[10]

Fatima Al Fihri

Fatima al Fihri adalah seorang perempuan terpelajar[11] putri seorang saudagar kaya asal Tunisia bernama Mohammed ibnu Abdullah al Fihri. Ia lahir sekitar tahun 800 M. Ia juga seorang muslimah yang ta’at. Ia mewarisi kekayaan besar dari ayahnya. Kesalehan, kecerdasan visioner serta dukungan dana besar yang dimilikinya membuatnya berhasil membangun fasilitas pendidikan yang ia dedikasikan bagi masyarakanya. Ia bahkan dijuluki “Ibu anak lelaki” karena sepanjang hidupnya, ia seperti “membawa para siswa di bawah sayapnya”. [12]

Toga Wisuda

Banyak sejarawan menyebutkan bahwa Al Kairuwan adalah Universitas yang pertama kali menyelenggarakan upacara kelulusan kesarjanaan. Bahkan Guinnes Book of Record dan UNESCO telah menobatkan Universitas ini sebagai Universitas pemberi Gelar Akademik Tertua yang masih aktif.[13]

Mengingat hal itu, nampaknya agak masuk akal jika ada pendapat yang mengatakan bahwa Fatimah Al-Fihri adalah orang yang pertama kali mendesain topi toga berbentuk kotak dan berwarna hitam karena terinspirasi dari bentuk Ka’bah. Ia ingin agar siapapun yang menggunakannya ketika diwisuda, pikirannya selalu ingat akan  Baitullah  atau  Ka’bah yang berbentuk kotak dan berwarna hitam tersebut.[14]

Toga itu sendiri, awalnya adalah pakaian orang-orang Romawi. Berasal dari kata tego yang berarti penutup, adalah kain sepanjang 6 meter yang dililitkan ke tubuh. Dalam perkembangannya dirasa tidak praktis sehingga modelnya berubah lebih simpel seperti baju kurung. Meski begitu tetap saja masih kurang praktis untuk mendukung pergerakan tubuh. Sehingga toga tidak digunakan oleh kalangan militer. Akibatnya toga juga dianggap sebagai simbol perdamaian. Cicero menyebutnya cedant arma togae, artinya secara harfiah “biarlah lengan tertekuk toga” maksudnya, “biarlah perdamaian menggantikan perang.”[15]

Ada pula pandangan, bahwa toga mulai digunakan sebagai pakaian prosesi akademik sekitar abad 12-13 M di eropa. Lazimnya toga berwarna hitam. Hitam adalah simbol misteri. Seolah-olah seorang sarjana adalah orang yang telah menyelesaikan sebuah misteri. Warna hitam juga melambangkan keagungan. Sedangkan topi yang berbentuk persegi melambangkan bahwa seorang ilmuwan harus berfikir secara integral dan sudut pandang yang beragam.[16]

Menurut Jack Goody dalam bukunya Islam in Europe, pakaian kelulusan yang dikenakan hari ini seperti toga dengan jumbai disebut papan mortir terinspirasi dari jubah. Pakaian Arab (thawb/ثوب) telah menjadi tanda integritas skolastik yang paling murni dan paling jelas hingga hari ini, terutama selama acara-acara skolastik seperti debat dan wisuda.” Itu yang menyebabkan saat upacara kelulusan, para wisudawan mengenakan toga yang sangat mirip dengan thawb. Bahkan, toga kelulusan terinspirasi dari topi datar para ulama untuk meletakkan Al-Qur’an di atas ‘mortir’. Itu untuk melambangkan keunggulan Kitab Suci di atas kecerdasan.[17]

Di samping sarjana-sarjana muslim seperti Ibnu Khatib, Ibnu Bajjah, Al Bitruji dan lain-lain, di antara alumnus terkenal perguruan tinggi ini adalah Gerber of Auvergne yang kemudian menjabat Paus Silvester II di Vatikan (999-1003 M). Ia belajar matematika di perguruan ini di samping ia juga belajar di Universitas Cordoba, Spanyol. Ia kemudian banyak mensponsori pemuda-pemuda eropa kristen untuk belajar ke sana. [18] Ia, setelah menyelesaikan studi matematikanya di sana, kemudian membawa angka arab dan rumus angka nol, dan menyebarkan pengajarannya di eropa.[19] [20]

Daftar Pustaka

Garaudy, Roger, Janji-janji Islam, alih bahasa HM. Rasyidi, Bulan Bintang, Jakarta, 1982.

Ibnu Abbas, Abdullah, Tanwir al Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, Dikumpulkan oleh, Majiduddin Abu Thahir Muhammad bin Ya’kub al Fayruzzabady, Dar al Kutub al Ilmiyah Libanon

Kenney, Jefrey T & Ebraheem Moosa, Islam in The Modern World, Routledge, New York, 2014.

al Khateeb, Firas, Sejarah Islam yang Hilang, alih bahasa Mursyid Wijanarko, Bentang Pustaka, Jogjakarta, 2016.

Rifai, Agus, Perpustakaan Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2014.

Sou’yb, Joesoef, Orientalisme dan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1985.

 

https://id.wikipedia.org/wiki/Gaudeamus_igitur

https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Al-Qarawiyyin,

https://nationalgeographic.grid.id/read/132908969/fatima-al-fihri-perempuan-muslim-pendiri-universitas-pertama-di-dunia

https://id.wikipedia.org/wiki/Toga_(pakaian),.

https://pasca.iain-palangkaraya.ac.id/berita/2018/12/20/556/

https://wartalombok.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-1074856751/mengenal-sejarah-toga-yang-terinspirasi-dari-kabah-fatimah-al-fihri-adalah-sosok-penggagasnya,

https://langit7.id/read/22995/1/asalusul-toga-wisuda-digagas-umat-islam-lalu-digunakan-di-seluruh-dunia

[1] Hidup kita sangatlah singkat
Berakhir dengan segera
Maut datang dengan cepat
Merenggut kita dengan ganas
Tak seorang pun mampu menghindar
Panjang umur akademi
Panjang umur para pengajar
Panjang umur setiap pelajar
Panjang umur seluruh pelajar
Semoga mereka terus tumbuh berkembang!

[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Gaudeamus_igitur, akses 12 Juli 2023, 11:54.

[3]  Abdullah bin Abbas ra, Tanwir al Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, Dikumpulkan oleh, Majiduddin Abu Thahir Muhammad bin Ya’kub al Fayruzzabady, Dar al Kutub al Ilmiyah Libanon, Juz I, hlm.462.

[4] Jefrey T Kenney & Ebraheem Moosa, Islam in The Modern World, Routledge, New York, 2014, hlm.128.

[5] Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, hlm.44.

[6] Ibid.

[7] Roger Garaudy, Janji-janji Islam, alih bahasa HM. Rasyidi, Bulan Bintang, Jakarta, 1982, hlm.111.

[8] Joesoef Sou’yb, op.cit, hlm.44-45.

[9] https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Al-Qarawiyyin, akses Kamis 6 Oktober 2022, 12:49.

[10] Agus Rifai, Perpustakaan Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2014, hlm.95.

[11] Jefrey T Kenney & Ebraheem Moosa, loc.cit.

[12] https://nationalgeographic.grid.id/read/132908969/fatima-al-fihri-perempuan-muslim-pendiri-universitas-pertama-di-dunia, akses Kamis 6 Oktober 2022, 12:58.

[13] https://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Al-Qarawiyyin, akses 6Oktober 2022, 13:53.

[14] https://wartalombok.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-1074856751/mengenal-sejarah-toga-yang-terinspirasi-dari-kabah-fatimah-al-fihri-adalah-sosok-penggagasnya, akses 6 Oktober 2022, 14:04.

[15] https://id.wikipedia.org/wiki/Toga_(pakaian), akses 6 Oktober 2022, 13:37.

[16] https://pasca.iain-palangkaraya.ac.id/berita/2018/12/20/556/ akses 6 Oktober 2022, 15:35.

[17] https://langit7.id/read/22995/1/asalusul-toga-wisuda-digagas-umat-islam-lalu-digunakan-di-seluruh-dunia-1664154544, akses 6 Oktober 2022, 16:49.

[18] Firas Al Khateeb, Sejarah Islam yang Hilang, alih bahasa Mursyid Wijanarko, Bentang Pustaka, Jogjakarta, 2016, hlm.90.

[19] Joesoef Sou’yb,op.cit, hlm.45.

[20] Angka Arab oleh Orang Arab sendiri disebut sebagai angka India karena mengakui bahwa mereka mempelajarinya dari India. Sebuah buku India berjudul Sidhannta dibawa ke Eropa oleh Al Khawarizmi pada tahun 773 M ke Istana Khalifah Al Ma’mun. Al Khawarizmi telah memecahkan cara menghitung decimal baru di tambah penggunaan angka 0 yang dapat mengekspresikan angka berapa saja.(lihat Roger Garaudy, op.cit, hlm.113)